Kamis, 02 Juli 2015

KESEHATAN MENTAL

Self Efficacy pada penderita Anxiety Disorder


Disusun oleh :
Chintia
11513892
Kelas : 2PA07

Dosen Pembimbing :
Puti Anggraini

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015



BAB 1
Latar belakang

Semua orang hampir bisa dipastikan pernah mengalami apa yang disebut rasa cemas, gelisah, khawatir, dan panik. Dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan merupakan hal yang wajar terjadi pada setiap individu seperti reaksi seseorang jika sedang mengalami stress kerapkali disertai dengan suatu kecemasan. Namun apabila suatu individu tidak dapat mengontrol ataupun meredam rasa cemas tersebut dalam situasi dimana orang-orang pada umumnya mampu menangani kecemasan tanpa adanya kesulitan yang dianggapnya begitu berarti maka dalam hal ini telah dikatakan penyimpangan.
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.
Gangguan kecemasan atau Anxiety Disorder diperkirakan di alami oleh 1 dari 10 orang. Menurut data National Institut of Mental Health (2005) di Amerika Sekirat terdapat 40 juta orang yang mengalami gangguan kecemasan pada usia 18tahun sampai pada usia lanjut. Ahli psikoanalisa beranggapan bahwa penyebab kecemasan neurotik dengan memasukan persepsi diri sendiri, dimana individu beranggapan bahwa dirinya dalam ketidakberdayaan, tidak mampu mengatasi masalah, rasa takut akan perpisahan, terabaikan. Perasaan-perasaan tersebut terletak pada pikiran bawah sadar.
Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap timbulnya anxiety disorder seperti faktor biologis, pengalaman masa kanak-kanak, stres berlebih, gaya hidup, dan faktor genetik.Setiap orang mempunyai reaksi yang berbeda terhadap gangguan kecemasan tergantung pada kondisi masing-masing individu, beberapa simtom yang muncul tidaklah sama. Kadang beberapa diantara simtom tersebut tidak berpengaruh berat pada beberapa individu, lainnya sangat mengganggu, diantaranya adalah berdebar diiringi dengan detak jantung yang cepat, rasa sakit atau nyeri pada dada, rasa sesak napas, berkeringat secara berlebihan, dll.
            Anxiety Disorder akan mempengaruhi self efficacy yang dimiliki seseorang. Banyak kemampuan yang harus dikembangkan oleh seorang agar pencapaian prestasinya optimal. Salah satunya adalah dengan mengembangkan keyakinan dirinya (self-efficacy). Self-efficacy dapat menumbuhkan keyakinan atas kemampuan dalam diri dan juga proses menuju kemandirian. Kemampuan untuk meyakinan diri yang tinggi akan membuat lebih percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki. Self-efficacy meliputi kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh tekanan.
Self-efficacy berhubungan dengan cara berpikir seseorang dalam menghadapi masalah dan arah berpikir seseorang dalam memandang masalah, secara optimis atau pesimis, karena nantinya menentukan cara menghadapi hambatan. Self-efficacy juga mempengaruhi seseorang dalam memilih suatu kegiatan. Seseorang yang memiliki self-efficacy yang rendah akan mudah menyerah saat menghadapi kesulitan-kesulitan menghadapi tugas. Sebaliknya seseorang dengan self-efficacy yang tinggi akan bertahan dalam menghadapi kesulitan, dan mencoba mengatasinya hingga tuntas (Schunk dalam Steinberg, 2002). Self-efficacy akan memberi landasan bagi seseorang untuk bertingkah laku secara tekun, ulet, dan berani menghadapi permasalahan (Bandura,1997)
Penulis mengambil kasus ini karena tertarik dengan persoalan gangguan kecemasan yang terkait dengan self efficacy, dan melihat banyak orang-orang disekitarnya yang mengalami gangguan kecemasan tersebut. Tujuan penulis mengambil kasus ini agar orang-orang yang mengalami gangguan kecemasan bisa mengatasi rasa kecemasannya dengan menggembangkan self efficacynya.



BAB 2
Landasan Teori

Di dalam gangguan anxiety disorder dan self eficacy ada tokoh-tokoh psikologi yang mendukung dan menjelaskan teori-teori apa saja yang ada di dalamnya. Tokoh-tokohnya adalah Albert Bandura dan Freud dalam teorinya masing-masing. Disini kita akan membahas teori pendukung beserta tokohnya.

1. Teori-teori Kecemasan
Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder)
Kecemasan adalah sebuah tindakan mengantisipasi yang berlebihan terhadap masalah, sehingga mempengaruhi perilaku dan kondisi fisiknya (Kring, 2010).MenurutbukuPsikologi abnormal terdapatbeberapa macam gangguan kecemasan seperti phobia, panic disorder, generalized anxiety disorder (GAD), obsessive-complusive disorder (OCD), acute stress disorder, dan posttraumatic stress disorder (PTSD).
Phobia adalah ketakutan yang irasional terhadap suatu benda atau situasi tertentu tanpa adanya keadaan yang berbahaya. Panic disorder dikarakteristikkan sebagai seberapa sering terjadinya serangan panik (panic attack) terhadap situasi yang tidak berhubungan dengan kecemasan.
Generalized anxiety disorder atau GAD merupakan gangguan rasa cemas yang berlebihan bahkan terhadap hal kecil sekalipun dan biasanya mengarah kepada permasalahan kognitif serta tidak mampu membiarkannya atau melepaskannya.
Sedangkan obsessive-complusive disorder atau OCD dikarakteristikkan sebagai pemikiran atau dorongan yang tidak terkontrol dan menyebabkan pengulangan berkali-kali suatu perilaku yang sama. Lalu yang terakhir adalah acute stress disorder merupakan gangguan stress akibat kejadian traumatik yang berlangsung selama satu sampai bulan dan melakukan beberapa tindakan berlebihan. Namun jika gangguan ini terus berlangsung lebih dari dua bulan maka gangguan tersebut dinamakan posttraumatic stress disorder atau PTSD.

Definisi Self Efficacy
Self efficacymerupakanistilah yang dikembangkan oleh Bandura. Dia menyatakan bahwa ada dua proses belajar yang terpenting, yakni: learning by observation, dan vicarious learning. Pada proses belajar yang pertama, manusia belajar melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain. Pada proses belajar yang kedua, manusia belajar mengamati konse-kuensi perilaku orang lain. Kedua jenis proses belajar ini menampilkan model perilaku tertentu. Individu yang mengamatinya cenderung akan menirunya selama perilaku tersebut dapat memenuhi harapannya. Bila individu berhasil menguasai perilaku-perilaku yang ditirunya, dia akan merasa mampu melaksanakan perilaku berikutnya kalau dia ditugaskan untuk melakukannya kembali.
Menurut Albert Bandura, self-efficacy merupakan suatu kepercayaan seseorang terhadap kemampuan dirinya untuk melakukan suatu hal dengan baik atau bahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Self-efficacy mempengaruhi banyak area dalam berperilaku seorang individu seperti bagaimana individu menyelesaikan suatu masalah personalnya, bagaimana upaya individu dalam melakukan coping stress, seberapa besar pengalaman stres mereka, dan bagaimana individu mengembangkan perilaku sehat. Self-efficacy juga berhubungan dengan bagaimana seseorang mencari solusi atas problema yang sedang dihadapinya. Dalam kehidupan sehari-hari orang harus membuat keputusan untuk mencoba berbagai tindakan dan seberapa lama menghadapi kesulitan-kesulitan. Self efficacy menyebabkan keterlibatan aktif dalam kegiatan, mendorong perkembangan kompetensi. Sebaliknya, self efficacy yang mengarahkan individu untuk menghindari lingkungan dan kegiatan, memperlambat perkembangan potensi dan melindungi persepsi diri yang negative dari perubahan  yang membangun.

a.       Teori Psikodinamik
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas.Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali.Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988).

b. Teori Perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.

c.       Teori Biologis
Kajianbiologismenunjukkanbahwa  otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas.Penghambat asam aminobutirik-gamma neuroregulator (GABA) juga mungkn memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas, sebagaimana halnya dengan endorphin. Selain itu telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai faktor predisposisi  terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stresor. 

2. Analisis Kasus
Di dalam kasus ini dapat dijelaskan bahwa subjek mengalami gangguan kecemasan generalized Anxiety disorderatau GAD. Subjek mengalami kecemasan yang berlebihan terhadap suatu masalah tertentu (masalah akademis) dan menghabiskan hampir satu hari selalu mencemaskan dan memikirkan masalah tersebut, serta hal tersebut sudah terjadi sejak subjek masuk kuliah sampai saat ini (kurang lebih 3 tahun). Tidak hanya itu, subjek juga sulit sekali mengatasi rasa cemas tersebut, mood-nya mudah sekali berubah, dan bahkan subjek sempat masuk rumah sakit karena rasa cemas yang dialaminya tersebut. Jika dilihat secara garis besar, subjek memenuhi hampir seluruh kriteria penderita GAD Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stresor.
Menurut Freud denganteori psikodinamikanya Kecemasan muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan.
Gangguan kecemasan yang dialami subjek sesungguhnya juga diakibatkan oleh tingkat self-efficacy-nya yang rendah. Dimana subjek lebih dahulu merasa bahwa dirinya tidak mampu memenuhi persyaratan akademis yang diberikan oleh pihak universitas dan pada akhirnya menyebabkan subjek semakin merasa cemas atas prestasinya dikemudian hari dengan tidak melakukan tindakan pencegahan yang berarti atas rasa cemasnya tersebut.
Rasa cemas yang dialami subjek pada awalnya hanya pada persyaratan akademis universitasnya berkuliah yang mewajibkan setiap mahasiswanya harus menggunakan bahasa inggris sebagai syarat perkuliahan dan kelulusan.Namun setelah beberapa waktu lamanya, subjek yang tetap membiarkan rasa cemas tersebut tanpa melakukan tindakan pencegahan apapun, seperti les bahasa inggris, mengalami rasa cemas yang semakin berlebihan dan kini mulai mencakup kedalam beberapa hal lainnya. Setiap ada masalah baru yang datang subjek mulai merasa bahwa dirinya tidak akan mampu dan semuanya yang terjadi pasti buruk dan tidak terkendali. Oleh karena tidak adanya tindakan pencegahan yang berarti terhadap rasa cemas tersebut, kini subjek menjadi pribadi yang mudah cemas dalam menghadapi masalah yang hadir dalam hidupnya.
Gangguan kecemasan yang dialami subjek meski tidak dipaparkan dengan jelas hal traumatis apa yang menyebabkannya sampai mengalami gangguan ini, namun dari pernyataan subjek dapat diketahui bahwa penyebab utama gangguan ini dapat terjadi adalah karena rendahnya tingkat self-efficacy subjek, dimana dapat dilihat cara berpikir atau persepsi subjek tentang kemampuan dirinya dalam menyelesaikan suatu masalah yang menurutnya berat. Lalu ditambah dengan dirinya yang cenderung tertutup dengan keluarga dan tidak adanya tindakan pencegahan yang nyata, makanya menyebabkan subjek mengalami gangguan kecemasan yang cukup kronis.



BAB 3
Penutup

1.      Kesimpulan
Self-efficacy berhubungan dengan cara berpikir seseorang dalam menghadapi masalah dan arah berpikir seseorang dalam memandang masalah, secara optimis atau pesimis, karena nantinya menentukan cara menghadapi hambatan. Seseorang yang memiliki self-efficacy yang rendah akan mudah menyerah saat menghadapi kesulitan-kesulitan. Sebaliknya seseorang dengan self-efficacy yang tinggi akan bertahan dalam menghadapi kesulitan, dan mencoba mengatasinya hingga tuntas Gangguan kecemasan yang dialami subjek sesungguhnya juga diakibatkan oleh tingkat self-efficacy-nya yang rendah. Dimana subjek lebih dahulu merasa bahwa dirinya tidak mampu memenuhi persyaratan akademis yang diberikan oleh pihak universitas dan pada akhirnya menyebabkan subjek semakin merasa cemas atas prestasinya dikemudian hari dengan tidak melakukan tindakan pencegahan yang berarti atas rasa cemasnya tersebut. Lalu ditambah dengan dirinya yang cenderung tertutup dengan keluarga dan tidak adanya tindakan pencegahan yang nyata, sehingga menyebabkan subjek mengalami anxiety disorder yang cukup kronis.

2.      Saran
Yang dapat subjek lakukan untuk mengurangi rasa cemas berlebihan yang dirasakan subjek, antara lain: belajar berhenti berpikir bahwa dirinya tidak bisa dan terus berusaha untuk melakukan segala sesuatu dengan tekun, berbagi kepada keluarga, teman dan sahabat apabila memiliki suatu masalah agar mereka mampu membantu memikirkan solusi yang terbaik lalu cobalah untuk relax, memenangkan diri apabila sedang merasa cemas dengan mendengarkan lagu, membaca buku-buku yang memberikan motivasi dan kegiatan yang mampu menghilangkan rasa cemas berlebihan tersebut. Jangan lupa berdoalah senantiasa kepada Tuhan memohon hikmat dan kekuatan untuk menghadapi setiap masalah yang timbul dan mulai-lah perdalam bahasa inggris dengan mengikuti kelas pada bimbingan belajar.
Yang dapat dilakukan oleh keluarga, sahabat atau orang terdekat subjek adalah: terus berikan support dan semangat kepada subjek. Dengarkan cerita subjek dan bantu subjek mencari solusi atas masalahnya dan dukung subjek untuk berkonsultasi dengan ahlinya apabila keadaan subjek semakin memburuk.



DAFTAR PUSTAKA

Feist  ,  Gregory  J.  Dan  Jess  Feist . ( 2010 ) ,  Theories  of   Personalit ,   Jakarta  :

Salemba

Stuart ,  G . W .dan  Sundeen ,  S . J .(  1998  ) ,   Buku Saku  Keperawatan Jiwa ,

Jakarta, EGC.

http://noinoi15.blogspot.com/2011/09/contoh-kasus-psikologi-klinis-gangguan.html (Shyane. diupload pada tanggal 28 September 2011)

http://psikologi-bidar-rio-ps11.blogspot.com/2012/12/teori-kecemasan.html (Rio Ardiato. diupload pada tanggal 19 Desember 2012)

http://churryelmoena.blogspot.com/2013/02/makalah-psikologi.html (Churry. diupload pada tanggal 04 Februari 2013)