Disusun oleh :
Chintia
11513892
Kelas : 2PA07
Dosen
Pembimbing :
Puti Anggraini
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2015
BAB 1
Latar belakang
Semua orang
hampir bisa dipastikan pernah mengalami apa yang disebut rasa cemas, gelisah,
khawatir, dan panik. Dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan merupakan hal yang
wajar terjadi pada setiap individu seperti reaksi seseorang jika sedang
mengalami stress kerapkali disertai dengan suatu kecemasan. Namun apabila suatu individu tidak dapat mengontrol
ataupun meredam rasa cemas tersebut dalam situasi dimana orang-orang pada
umumnya mampu menangani kecemasan tanpa adanya kesulitan yang dianggapnya
begitu berarti maka dalam hal ini telah dikatakan penyimpangan.
Kecemasan
adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau
kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam
menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi
masih dalam batas-batas normal.
Gangguan
kecemasan atau Anxiety
Disorder diperkirakan di alami oleh 1 dari 10
orang. Menurut data National
Institut of Mental Health (2005)
di Amerika Sekirat terdapat 40 juta orang yang mengalami gangguan kecemasan
pada usia 18tahun sampai pada usia lanjut. Ahli psikoanalisa beranggapan bahwa
penyebab kecemasan neurotik dengan memasukan persepsi diri sendiri, dimana individu
beranggapan bahwa dirinya dalam ketidakberdayaan, tidak mampu mengatasi
masalah, rasa takut akan perpisahan, terabaikan. Perasaan-perasaan tersebut
terletak pada pikiran bawah sadar.
Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap
timbulnya anxiety disorder seperti
faktor biologis, pengalaman masa kanak-kanak, stres berlebih, gaya hidup, dan
faktor genetik.Setiap orang mempunyai reaksi yang berbeda terhadap
gangguan kecemasan tergantung pada kondisi masing-masing individu, beberapa
simtom yang muncul tidaklah sama. Kadang beberapa diantara simtom tersebut tidak
berpengaruh berat pada beberapa individu, lainnya sangat mengganggu,
diantaranya adalah berdebar diiringi
dengan detak jantung yang cepat, rasa
sakit atau nyeri pada dada, rasa
sesak napas, berkeringat secara berlebihan, dll.
Anxiety Disorder akan mempengaruhi self efficacy yang
dimiliki seseorang. Banyak
kemampuan yang harus dikembangkan oleh seorang agar pencapaian prestasinya
optimal. Salah satunya adalah dengan mengembangkan keyakinan dirinya (self-efficacy). Self-efficacy dapat
menumbuhkan keyakinan atas kemampuan dalam diri dan juga proses menuju
kemandirian. Kemampuan untuk meyakinan diri yang tinggi akan membuat lebih
percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki. Self-efficacy meliputi kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan
diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas bertindak pada situasi yang
penuh tekanan.
Self-efficacy berhubungan
dengan cara berpikir seseorang dalam menghadapi masalah dan arah berpikir
seseorang dalam memandang masalah, secara optimis atau pesimis, karena nantinya
menentukan cara menghadapi hambatan. Self-efficacy
juga mempengaruhi seseorang dalam memilih suatu kegiatan. Seseorang yang
memiliki self-efficacy yang rendah
akan mudah menyerah saat menghadapi kesulitan-kesulitan menghadapi tugas.
Sebaliknya seseorang dengan self-efficacy
yang tinggi akan bertahan dalam menghadapi kesulitan, dan mencoba mengatasinya
hingga tuntas (Schunk dalam Steinberg, 2002). Self-efficacy akan memberi landasan bagi seseorang untuk bertingkah
laku secara tekun, ulet, dan berani menghadapi permasalahan (Bandura,1997)
Penulis
mengambil kasus ini karena tertarik dengan persoalan gangguan kecemasan yang
terkait dengan self efficacy, dan
melihat banyak orang-orang disekitarnya yang mengalami gangguan kecemasan
tersebut. Tujuan penulis mengambil kasus ini agar orang-orang yang mengalami
gangguan kecemasan bisa mengatasi rasa kecemasannya dengan menggembangkan self efficacynya.
BAB 2
Landasan Teori
Di dalam gangguan anxiety disorder dan self eficacy ada tokoh-tokoh psikologi
yang mendukung dan menjelaskan teori-teori apa saja yang ada di dalamnya.
Tokoh-tokohnya adalah Albert Bandura dan Freud dalam
teorinya masing-masing. Disini kita akan membahas teori pendukung beserta
tokohnya.
1.
Teori-teori Kecemasan
Gangguan
Kecemasan (Anxiety Disorder)
Kecemasan
adalah sebuah tindakan mengantisipasi yang berlebihan terhadap masalah,
sehingga mempengaruhi perilaku dan kondisi fisiknya (Kring, 2010).MenurutbukuPsikologi
abnormal terdapatbeberapa macam gangguan kecemasan seperti phobia, panic disorder, generalized anxiety disorder (GAD),
obsessive-complusive disorder (OCD), acute stress disorder, dan posttraumatic
stress disorder (PTSD).
Phobia
adalah ketakutan yang irasional terhadap suatu benda atau situasi tertentu
tanpa adanya keadaan yang berbahaya. Panic
disorder dikarakteristikkan sebagai seberapa sering terjadinya serangan panik
(panic attack) terhadap situasi yang tidak berhubungan dengan kecemasan.
Generalized anxiety disorder
atau GAD merupakan gangguan rasa cemas yang berlebihan bahkan terhadap hal
kecil sekalipun dan biasanya mengarah kepada permasalahan kognitif serta tidak
mampu membiarkannya atau melepaskannya.
Sedangkan obsessive-complusive disorder atau OCD
dikarakteristikkan sebagai pemikiran atau dorongan yang tidak terkontrol dan
menyebabkan pengulangan berkali-kali suatu perilaku yang sama. Lalu yang
terakhir adalah acute stress disorder merupakan gangguan stress akibat kejadian
traumatik yang berlangsung selama satu sampai bulan dan melakukan beberapa
tindakan berlebihan. Namun jika gangguan ini terus berlangsung lebih dari dua
bulan maka gangguan tersebut dinamakan posttraumatic stress disorder atau PTSD.
Definisi
Self Efficacy
Self efficacymerupakanistilah
yang dikembangkan oleh Bandura. Dia menyatakan bahwa ada dua proses
belajar yang terpenting, yakni: learning
by observation, dan vicarious learning. Pada
proses belajar yang pertama, manusia belajar melalui pengamatan terhadap perilaku
orang lain. Pada proses belajar yang kedua, manusia belajar mengamati konse-kuensi perilaku
orang lain. Kedua jenis proses
belajar ini menampilkan model
perilaku tertentu.
Individu yang mengamatinya cenderung akan menirunya selama perilaku tersebut dapat memenuhi harapannya. Bila individu berhasil menguasai perilaku-perilaku yang ditirunya, dia akan merasa mampu melaksanakan perilaku berikutnya kalau dia ditugaskan untuk melakukannya kembali.
Menurut
Albert Bandura, self-efficacy
merupakan suatu kepercayaan seseorang terhadap kemampuan dirinya untuk
melakukan suatu hal dengan baik atau bahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Self-efficacy mempengaruhi banyak area
dalam berperilaku seorang individu seperti bagaimana individu menyelesaikan
suatu masalah personalnya, bagaimana upaya individu dalam melakukan coping
stress, seberapa besar pengalaman stres mereka, dan bagaimana individu
mengembangkan perilaku sehat. Self-efficacy
juga berhubungan dengan bagaimana seseorang mencari solusi atas problema yang
sedang dihadapinya. Dalam kehidupan sehari-hari
orang harus membuat keputusan untuk mencoba berbagai tindakan dan seberapa lama menghadapi kesulitan-kesulitan. Self efficacy menyebabkan keterlibatan aktif dalam kegiatan,
mendorong perkembangan kompetensi. Sebaliknya, self
efficacy yang mengarahkan individu untuk menghindari lingkungan dan kegiatan, memperlambat perkembangan potensi dan melindungi persepsi diri yang negative dari perubahan yang membangun.
a. Teori Psikodinamik
Freud
(1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang
tidak disadari. Kecemasan
menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas.Ketika
mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik
terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan
diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku
ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa
kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar
yang pertama kali.Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu
memberikan respon terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan
pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk
menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka
terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan
sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut
ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh
waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke
permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id
meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan
berikutnya (Prawirohusodo, 1988).
b. Teori Perilaku
Menurut
teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus
(fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk
stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga
akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
c. Teori Biologis
Kajianbiologismenunjukkanbahwa
otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepines. Reseptor ini
mungkin membantu mengatur ansietas.Penghambat asam aminobutirik-gamma
neuroregulator (GABA) juga mungkn memainkan peran utama dalam mekanisme
biologis berhubungan dengan ansietas, sebagaimana halnya dengan endorphin.
Selain itu telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat
nyata sebagai faktor predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin
disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang
untuk mengatasi stresor.
2. Analisis
Kasus
Di dalam kasus ini dapat dijelaskan bahwa subjek mengalami gangguan kecemasan generalized
Anxiety disorderatau GAD. Subjek mengalami
kecemasan yang berlebihan terhadap suatu masalah tertentu (masalah akademis)
dan menghabiskan hampir satu hari selalu mencemaskan dan memikirkan masalah
tersebut, serta hal tersebut sudah terjadi sejak subjek masuk kuliah sampai
saat ini (kurang lebih 3 tahun). Tidak hanya
itu, subjek juga sulit sekali mengatasi rasa cemas tersebut, mood-nya mudah sekali berubah, dan
bahkan subjek sempat masuk rumah sakit karena rasa cemas yang dialaminya
tersebut. Jika dilihat
secara garis besar, subjek memenuhi hampir seluruh kriteria penderita GAD
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan
kapasitas seseorang untuk mengatasi stresor.
Menurut
Freud denganteori psikodinamikanya Kecemasan muncul
apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi
tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara
keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan
yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan
potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan
dibesar-besarkan.
Gangguan kecemasan yang dialami subjek sesungguhnya juga
diakibatkan oleh tingkat self-efficacy-nya
yang rendah. Dimana
subjek lebih dahulu merasa bahwa dirinya tidak mampu memenuhi persyaratan
akademis yang diberikan oleh pihak universitas dan pada akhirnya menyebabkan
subjek semakin merasa cemas atas prestasinya dikemudian hari dengan tidak
melakukan tindakan pencegahan yang berarti atas rasa cemasnya tersebut.
Rasa cemas
yang dialami subjek pada awalnya hanya pada persyaratan akademis universitasnya
berkuliah yang mewajibkan setiap mahasiswanya harus menggunakan bahasa inggris
sebagai syarat perkuliahan dan kelulusan.Namun setelah beberapa waktu lamanya,
subjek yang tetap membiarkan rasa cemas tersebut tanpa melakukan tindakan
pencegahan apapun, seperti les bahasa inggris, mengalami rasa cemas yang
semakin berlebihan dan kini mulai mencakup kedalam beberapa hal lainnya. Setiap
ada masalah baru yang datang subjek mulai merasa bahwa dirinya tidak akan mampu
dan semuanya yang terjadi pasti buruk dan tidak terkendali. Oleh karena tidak
adanya tindakan pencegahan yang berarti terhadap rasa cemas tersebut, kini
subjek menjadi pribadi yang mudah cemas dalam menghadapi masalah yang hadir
dalam hidupnya.
Gangguan kecemasan yang dialami subjek meski tidak dipaparkan
dengan jelas hal traumatis apa yang menyebabkannya sampai mengalami gangguan
ini, namun dari pernyataan subjek dapat diketahui bahwa penyebab utama gangguan
ini dapat terjadi adalah karena rendahnya tingkat self-efficacy subjek, dimana dapat dilihat cara berpikir atau
persepsi subjek tentang kemampuan dirinya dalam menyelesaikan suatu masalah
yang menurutnya berat. Lalu ditambah dengan dirinya yang cenderung tertutup
dengan keluarga dan tidak adanya tindakan pencegahan yang nyata, makanya
menyebabkan subjek mengalami gangguan kecemasan yang cukup kronis.
BAB 3
Penutup
1.
Kesimpulan
Self-efficacy berhubungan
dengan cara berpikir seseorang dalam menghadapi masalah dan arah berpikir
seseorang dalam memandang masalah, secara optimis atau pesimis, karena nantinya
menentukan cara menghadapi hambatan. Seseorang yang memiliki self-efficacy yang rendah akan mudah
menyerah saat menghadapi kesulitan-kesulitan. Sebaliknya seseorang dengan self-efficacy yang tinggi akan bertahan
dalam menghadapi kesulitan, dan mencoba mengatasinya hingga tuntas Gangguan
kecemasan yang dialami subjek sesungguhnya juga diakibatkan oleh tingkat self-efficacy-nya yang rendah. Dimana
subjek lebih dahulu merasa bahwa dirinya tidak mampu memenuhi persyaratan
akademis yang diberikan oleh pihak universitas dan pada akhirnya menyebabkan
subjek semakin merasa cemas atas prestasinya dikemudian hari dengan tidak melakukan
tindakan pencegahan yang berarti atas rasa cemasnya tersebut. Lalu ditambah
dengan dirinya yang cenderung tertutup dengan keluarga dan tidak adanya tindakan
pencegahan yang nyata, sehingga menyebabkan subjek mengalami anxiety disorder yang cukup kronis.
2.
Saran
Yang dapat
subjek lakukan untuk mengurangi rasa cemas berlebihan yang dirasakan subjek,
antara lain: belajar berhenti berpikir bahwa
dirinya tidak bisa dan terus berusaha untuk melakukan segala sesuatu dengan
tekun, berbagi kepada keluarga, teman dan sahabat apabila
memiliki suatu masalah agar mereka mampu membantu memikirkan solusi yang
terbaik lalu cobalah untuk relax, memenangkan diri apabila sedang merasa cemas
dengan mendengarkan lagu, membaca buku-buku yang memberikan motivasi dan kegiatan
yang mampu menghilangkan rasa cemas berlebihan tersebut. Jangan lupa berdoalah
senantiasa kepada Tuhan memohon hikmat dan kekuatan untuk menghadapi setiap
masalah yang timbul dan mulai-lah perdalam
bahasa inggris dengan mengikuti kelas pada bimbingan belajar.
Yang dapat
dilakukan oleh keluarga, sahabat atau orang terdekat subjek adalah: terus
berikan support dan semangat kepada subjek. Dengarkan cerita subjek dan bantu
subjek mencari solusi atas masalahnya dan dukung subjek untuk berkonsultasi
dengan ahlinya apabila keadaan subjek semakin memburuk.
DAFTAR
PUSTAKA